Berwirausahalah Sejak Mahasiswa!
KOMPAS.com — Sesuatu yang besar selalu dimulai dengan satu langkah kecil. Begitu kata pepatah. Itu pula yang dilakukan para
mahasiswa yang berusaha hidup mandiri dengan berwirausaha.
Mereka merintis dari ketiadaan dan sekarang mulai muncul tanda-tanda bahwa mereka ada. Mereka telah mengambil langkah kecil itu untuk meraih mimpi besar.
Lihatlah Sardi Asmet (27) dan Ibit (24) yang nekat untuk mandiri di bawah bendera Quantum Sablon (Quas). Dengan modal Rp 6,5 juta hasil patungan, mereka memberanikan diri membuka usaha.
Gagasan mendirikan Quas sebenarnya lebih pada upaya untuk bisa menikmati kerja secara bebas tanpa kekangan jam kerja. ”Pengin beraktivitas yang menghasilkan duit tanpa harus cari kerja. Lagi pula, saya tidak suka diatur-atur,” kata Ibit, lulusan Jurusan Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara itu.
Hal itulah yang mendorong mereka agar sudah mempunyai pekerjaan sebelum lulus kuliah. Maka dari itu, sejak Oktober 2009, ketika keduanya masih duduk di bangku kuliah, mereka mencari peluang usaha.
Kebetulan, Asmet yang saat itu menjadi mahasiswa Ilmu Fisika USU mempunyai banyak teman yang bekerja sebagai penyedia jasa outbound. ”Saya tawarkan jenis usaha saya dan mereka tertarik. Langsung pesan 200 kaus. Lumayan, kami dapat untung Rp 1 juta,” ujarnya.
Asmet mengambil kaus untuk pelanggan dari Bandung, Jawa Barat, dengan cara memesannya via internet. Quas hanya mengerjakan desain gambar dan penyablonan. Asmet dan Ibit pun bermimpi suatu hari memiliki perusahaan sablon terbesar di Sumut.
Dorongan untuk mandiri juga tampak pada diri Dewi Murniati (21), mahasiswa Politeknik Negeri Medan Jurusan Administrasi Niaga. Dengan kreativitas yang dia miliki, dia mengubah kertas-kertas bekas menjadi berbagai ornamen cantik, seperti pin, bros, penghias rambut, dan penghias kulkas.
Beberapa gelas plastik dia ubah penampilannya menjadi lebih menarik dengan menempelkan kain flanel warna-warni. Semua bisa mendatangkan uang.
”Barang-barang ini biasanya kami pasarkan untuk suvenir pernikahan atau perhiasan,” ujarnya.
Dia juga menjual berbagai macam tempat makanan dengan sistem kulakan. Dari kedua usahanya itu, dia bisa meraup keuntungan sampai Rp 5 juta dalam sebulan. Uang itu dia bagi rata bersama lima temannya yang juga ikut merintis usaha.
”Lumayan, bisa menutupi kebutuhan biaya kuliah,” katanya.
Dewi dan teman-temannya sangat beruntung karena mendapat bantuan modal dari kampus. Dia diminta membuat proposal tentang usaha yang sedang dijalaninya. Bersama teman-temannya, dia meyakinkan kampus bahwa usaha yang mereka rintis layak untuk dibantu.
”Bantuannya tidak banyak, tetapi lumayan buat modal,” ungkap Dewi. Ia pun berprinsip, selama ada kemauan dan kerja keras, banyak impian yang bisa jadi nyata, termasuk menjadi wirausahawan. Sepertinya itu bisa kita tiru…. (Mohammad Hilmi Faiq)
Link yang relevan : http://madingku.net/2010/05/26/berwirausahalah-sejak-mahasiswa/
mahasiswa yang berusaha hidup mandiri dengan berwirausaha.
Mereka merintis dari ketiadaan dan sekarang mulai muncul tanda-tanda bahwa mereka ada. Mereka telah mengambil langkah kecil itu untuk meraih mimpi besar.
Lihatlah Sardi Asmet (27) dan Ibit (24) yang nekat untuk mandiri di bawah bendera Quantum Sablon (Quas). Dengan modal Rp 6,5 juta hasil patungan, mereka memberanikan diri membuka usaha.
Gagasan mendirikan Quas sebenarnya lebih pada upaya untuk bisa menikmati kerja secara bebas tanpa kekangan jam kerja. ”Pengin beraktivitas yang menghasilkan duit tanpa harus cari kerja. Lagi pula, saya tidak suka diatur-atur,” kata Ibit, lulusan Jurusan Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara itu.
Hal itulah yang mendorong mereka agar sudah mempunyai pekerjaan sebelum lulus kuliah. Maka dari itu, sejak Oktober 2009, ketika keduanya masih duduk di bangku kuliah, mereka mencari peluang usaha.
Kebetulan, Asmet yang saat itu menjadi mahasiswa Ilmu Fisika USU mempunyai banyak teman yang bekerja sebagai penyedia jasa outbound. ”Saya tawarkan jenis usaha saya dan mereka tertarik. Langsung pesan 200 kaus. Lumayan, kami dapat untung Rp 1 juta,” ujarnya.
Asmet mengambil kaus untuk pelanggan dari Bandung, Jawa Barat, dengan cara memesannya via internet. Quas hanya mengerjakan desain gambar dan penyablonan. Asmet dan Ibit pun bermimpi suatu hari memiliki perusahaan sablon terbesar di Sumut.
Dorongan untuk mandiri juga tampak pada diri Dewi Murniati (21), mahasiswa Politeknik Negeri Medan Jurusan Administrasi Niaga. Dengan kreativitas yang dia miliki, dia mengubah kertas-kertas bekas menjadi berbagai ornamen cantik, seperti pin, bros, penghias rambut, dan penghias kulkas.
Beberapa gelas plastik dia ubah penampilannya menjadi lebih menarik dengan menempelkan kain flanel warna-warni. Semua bisa mendatangkan uang.
”Barang-barang ini biasanya kami pasarkan untuk suvenir pernikahan atau perhiasan,” ujarnya.
Dia juga menjual berbagai macam tempat makanan dengan sistem kulakan. Dari kedua usahanya itu, dia bisa meraup keuntungan sampai Rp 5 juta dalam sebulan. Uang itu dia bagi rata bersama lima temannya yang juga ikut merintis usaha.
”Lumayan, bisa menutupi kebutuhan biaya kuliah,” katanya.
Dewi dan teman-temannya sangat beruntung karena mendapat bantuan modal dari kampus. Dia diminta membuat proposal tentang usaha yang sedang dijalaninya. Bersama teman-temannya, dia meyakinkan kampus bahwa usaha yang mereka rintis layak untuk dibantu.
”Bantuannya tidak banyak, tetapi lumayan buat modal,” ungkap Dewi. Ia pun berprinsip, selama ada kemauan dan kerja keras, banyak impian yang bisa jadi nyata, termasuk menjadi wirausahawan. Sepertinya itu bisa kita tiru…. (Mohammad Hilmi Faiq)
Link yang relevan : http://madingku.net/2010/05/26/berwirausahalah-sejak-mahasiswa/
0 komentar:
Posting Komentar