Indonesia Berduka Musibah tidak henti-hentinya menimpa Indonesia. Di saat ibu kota Jakarta tergenang banjir akibat hujan lebat, gempa berkekuatan 7,2 skala richter yang diikuti tsunami terjadi di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Gempa ini menewaskan 112 orang, 502 lainnya dinyatakan hilang, dan 4.000 keluarga mengungsi.
Bupati Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat (Sumbar) Edison Saleuleubaja mengatakan, Dusun Munte di Kecamatan Pagai Utara merupakan daerah terparah terkena dampak gempa diikuti tsunami itu.
Banyaknya korban akibat tsunami di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, disebabkan karena Kepulauan Mentawai tidak memiliki alat pemantau gelombang atau tide gauge.
Dari Yogyakarta dan Jawa Tengah, letusan Gunung Merapi menewaskan sedikitnya 24 korban. Tidak hanya itu, Hampir semua rumah warga di Kinahrejo hancur tersapu awan panas Gunung Merapi yang diperkirakan mencapai 600 derajat celcius dengan kecepatan 300 kilometer per jam.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Mafilinda Nuraini mengatakan, jumlah korban tewas ada 19 orang, satu di RS Panti Nugroho dan 18 lainnya di RSUP DR Sardjito. Sebaran debu vulkanik dari letusan Gunung Merapi yang berada di antara Magelang, Jateng dan Yogyakarta, dilaporkan sampai ke Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Debu vulkanik Merapi mencapai Ciamis Selasa malam sekitar pukul 23.00 WIB dan datang kembali Rabu pagi pukul 03.00 WIB.
Meski tidak terlalu tebal, abu dari awan panas yang disemburkan gunung berapi itu tampak menempel di setiap benda di ruang terbuka di wilayah Pangandaran, kata seorang warga Ciamis selatan, Eman, di Pangandaran, Rabu.
Media massa Indonesia hari ini memberitakan menniggalnya Kuncen Gunung Merapi Mbah Maridjan. Pria kelahiran 1927 ini wafat kemungkinan bukan langsung terkena terjangan wedhus gembel atau awan panas.
Kediaman Mbah Maridjan sendiri kini luluh lantak. Di rumah tersebut, ditemukan sedikitnya 15 orang yang semuanya meninggal dunia. Mbah Maridjan alias Mas Penewu Suraksohargo melambung namanya ketika Merapi melakukan erupsi tahun 2006 lalu. Ia bersama sejumlah warga Kinahrejo Kecamatan Cangkringan Sleman yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III menolak untuk di evakuasi. Padahal saat itu, Gunung Merapi sudah masuk tataran Awas.
Bahkan Raja Kraton Ngayogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X sempat meminta dia untuk turun gunung. Namun yang bersangkutan tidak mau. Beruntung erupsi Merapi tidak segawat yang diperkirakan para ahli, sehingga kekukuhan Mbah Maridjan bahwa Merapi tidak berbahaya menjadi benar.
Namanya terus melambung dan kemudian menjadi bintang iklan sebuah minuman berenergi. Duit pun mengalir deras ke kantongnya. Selebritis gaek ini tidak menikmati uangnya sendiri, tapi dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Di daerah Kinahrejo, ia membangun masjid serta gereja. Warga di sana pun diminta beribadah sesuai keyakinan. Selain itu, Mbah Maridjan acap kali menyalurkan beras dan sembako kepada warga yang membutuhkan.
Sejatinya, rangkaian musibah yang menimpa Indonesia menjadi pengingat agar bangsa ini segera menyadari segala kesalahan kolektif. Dari Musibah ini kita seharusnya mulai berbenah memperbaiki Tanah Air tercinta bernama Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar